Thursday 6 January 2011

Jaga Lidah Kita

Hari ini saya begitu bersemangat ke kampus dan berharap setiba di kampus nanti saya bisa mendapatkan foto wisuda yang setahu saya sudah dapat diambil  di Rektorat kemarin. Setelah sampai di kampus saya tidak langsung ke Rektorat tapi ke Fakultas dulu untuk bertemu dengan sahabat saya Irfan yang sebelumnya sudah janjian untuk bersama-sama mengambil foto.

Sepi…….., kondisi kampus hari ini sangat sepi. Terang saja karena sekarang masa libur perkuliahan untuk pergantian semester ganjil ke semester genap. Hampir semua laboratorium dan ruang kuliah tertutup. Aktifitas di ruang kasubag akademik pun seolah tidak memiliki pekerjaan. Sedikit melangkahkan kaki ke ruang Senat keadaan yang sama juga terjadi, hanya segelintir orang yang mengisi ruangan itu yang sibuk sendiri dengan laptopnya masing-masing dan berselancar di dunia maya. Koridor Kelautan yang menjadi tempat nongkrong para mahasiswa kelautan yang kritis pun seolah disingkirkan oleh si Cleaning Servive dengan alat pembersihnya.

Sejenak saya berfikir  dimana lagi tempat para pemikir kelautan itu berkumpul. Di Perputakaan fakultas ? ah saya rasa tidak karena lagi liburan. Ow iya…”Bambuden” pikir saya ringkas. Tempat yang menjadi daerah teritori senior kelautan untuk berceloteh dan berbagi cerita. Begitu lincah saya melangkahkan kaki dan sampailah  saya di Bambuden tapi saya cuma menemukan Kak Ramli (03) dan Seorang Junior saya (09) di tambah dengan mace (pemilik jualan) cukuplah untuk main domino. heheheh.


Suasana Bambuden saat liburan

Bambuden (Bambu Dente’ne). Merupakan tempat lahirnya para cendikiawan kelautan. Tempat yang menjadi saksi akan semangat senior-senior saya untuk memikirkan orang banyak. Urusan mata kuliah dan tak jarang masalah aksi demonstrasi didiskusikan di sini bahkan kadang urusan politik pun menjadi topik pembicaraan di tempat ini.

Angin sepoi-sepoi berhembus pelan menyejukkan. Alunan gesekan pohon bambu selalu menjadi soundtrack selama kami berada di tempat ini. Menghibur pikiran dan hati yang penat. Pantas banyak yang datang ke tempat ini yang begitu sangat sederhana walau hanya untuk duduk sejenak.

Di tempat ini saya, kak Ramli dan junior saya banyak bertukar pikiran tentang kondisi yang terjadi di kampus belakangan ini. Satu yang sangat menarik perhatian saya yaitu tentang cara menyapa beberapa orang di sekitar  kami.

Di Senat tadi saya mendengar seorang teman yang sedang menyapa temannya lewat telepon genggamnya sambil berkata seperti ini  :  
“Wei…Dimanako Telaso ? Ada ma’ di kampus inie.”
Dan Sewaktu saya akan keluar dari senat ada seorang dosen yang menyapa mahasiswa dari koridor  yang kelihatannya mereka begitu akrab. “Kauji itu kah ? Weh Masih hidup jako telaso ? Saya kira mati mako.”

TELASO (maaf) adalah kata yang sangat kasar dan saya rasa orang Makassar sangat paham akan hal itu.

Kami begitu heran kenapa kata itu begitu enteng keluar dari mulut teman-teman akademik di kampus. Setelah kami berdiskusi dengan beberapa argumen yang berbeda-beda akhirnya kami berkesimpulan bahwa yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang wajar. Maksud dari kata itu adalah bukan lagi dalam arti yang sebenarnya. Mungkin kata itu terjadi sedikit pergeseran makna. Bisa saja mereka cuma menjadikan bumbu di belakang pertanyaan atau pernyataan yang tidak mempunyai arti penting. Jika diumpamakan masakan, kata itu hanya sebagai penguat rasa.   

Tapi yang perlu diingat kalau mereka mengeluarkan kata itu hanya untuk orang yang mereka kenal dan mempunyai kedekatan emosi yang begitu baik. Mereka tidak akan mencoba mengeluarkan kata itu kepada orang yang tidak  mereka kenal karena pasti akan berujung ke perkelahian bahkan sampai ke kematian. Kata itu sakral bagi orang yang tidak mempunyai kedekatan emosional tapi menjadi kata yang sangat hambar dan tidak mempunyai arti apa-apa bagi orang yang begitu dekat hubungan emosinya.

Contohnya saja sahabat kita yang begitu dekat. Jika mengeluarkan kata-kata yang kotor kita begitu enjoy menerimanya tapi jika orang yang kita tidak kenal yang berkata seperti itu sudah pasti kita akan tersinggung dan menanyakan maksud dari perkataan itu.

Terlepas dari semua itu, dimanapun dan dengan siapa pun kita harus selalu menjaga lidah ini. Karena kualitas seseorang bisa terlihat dari kemampuan menjaga lidahnya. Sebaik-baik perkataan adalah perkataan yang sanggup mengatakan kebenaran.

Tanpa ada maksud menggurui saya berharap kita semua mudah-mudahan kita bisa menjaga lidah kita karena keselamatan manusia juga terletak dalam menjaga lidahnya. 

Wassalam.


http://bhendjhen.blogspot.com/2011/01/jaga-lidah-kita.html

No comments:

Post a Comment

Komen Maki' ! Gratis ji, tapi jangan pake nama Anonim nah ^_^